Upacara
perkawinan adat gotontalo berlangsung di dua tempat yaitu di tempat
mempelai pria dan wanita, masing masing keluarga mempelai mengadakan
pesta dirumah masing-masing. Dalam pesta tersebut selalu berlangsung
meriah hingga berhari hari lamanya.
Beberapa hari sebelum pesta dilangsungkan semua keluarga dan kerabat telah datang berkumpul untuk membantu pelaksanaan pesta tersebut, baik ibu-ibu maupun bapak bapak selalu datang beramai- ramai.
Dalam
pesta itu mempelai pria dan wanita menggunakan pakaian adat Bili’u
dengan tempat pelaminan yang juga dihias menggunakan adat Gorontalo.
Pesta yang berlangsung biasanya 3 hari itu dengan masing masing
mempunyai sebutan setiap hari yang berbeda.
Pernikahan
Adat Gorontalo ini perlu di lestarikan, karena mengandung nilai–nilai
budaya yang tinggi. Adat Gorontalo ini semakin hari semakin
terkontaminasi dengan perubahan zaman. Terlihat dimana–mana pernikahan
di Gorontalo tanpa melewati lagi prosesi adat gorontalo. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, banyak pemuda zaman
sekarang yang enggan mempelajari adat pernikahan gorontalo. Sehingga
warisan leluhur ini semakin terlupakan, karena tidak adanya regenerasi
penerus Adati lo Hulondhalo.
Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri. Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam, sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula Sareati, Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam. Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami. Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah
Tahapan Upacara Pernikahan Adat Gorontalo
Berikut
akan diuraiakan tahapan pernikahan adat gorontalo sesuai dengan
Lenggota Lo Nikah atau tata urutan adat pernikahan daerah Gorontalo.
Mopoloduwo Rahasia
Mopoloduwo
rahasia yaitu dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua
sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan anak mereka. Apabila
keduanya menyetujui, maka ditentukan waktu untuk melangsungkan
peminangan atau Tolobalango.
Tolobalango
Tolobalango
adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat
Pembesar Negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria
atau Lundthu Dulango Layio dan juru bicara utusan keluarga wanita atau
Lundthu Dulango Walato, Penyampaian maksud peminangan dilantunkan
melalui pantun-pantun yang indah. Dalam Peminangan Adat Gorontalo tidak
menyebutkan biaya pernikahan (Tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon
pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan Mahar atau Maharu
dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya.
Depito Dutu
Pada
waktu yang telah disepakati dalam acara Tolobalango maka prosesi
selanjutnya adalah mengantar harta atau antar mahar, didaerah gorontalo
disebut Depito Dutu yang terdiri dari 1 paket mahar, sebuah paket
lengkap kosmetik tradisional Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah
seperangkat busana pengantin wanita, serta bermacam buah-buahan dan
bumbu dapur atau dilonggato.
Semua
mahar ini dimuat dalam sebuah kendaraan yang didekorasi menyerupai
perahu yang disebut Kola–Kola. Arak-arakan hantaran ini dibawa dari
rumah Yiladiya (kediaman/ rumah raja) calon pengantin pria menuju rumah
Yiladiya pengantin wanita diringi dengan gendering adat dan kelompok
Tinilo diiringi tabuhan rebana melantunkan lagu tradisional Gorontalo
yang sudah turun temurun, yang berisi sanjungan, himbauan dan doa
keselamatan dalam hidup berumah tangga dunia dan akhirat.
Mopotilandahu
Pada
malam sehari sebelum Akad Nikah digelar serangkaian acara malam
pertunangan atau Mopotilandahu. Acara ini diawali dengan Khatam Qur’an,
proses in bermakna bahwa calon mempelai wanita telah menamatkan atau
menyelesaikan mengajinya dengan membaca ‘Wadhuha’ sampai Surat Lahab.
Dilanjutkan dengan Molapi Saronde yaitu tarian yang dibawakan oleh calon
mempelai pria dan ayah atau wali laki-laki. Tarian ini menggunakan
sehelai selendang. Ayah dan calon mempelai pria secara bergantian
menarikannya, sedangkan sang calon mempelai wanita memperhatikan dari
kejauhan atau dari kamar.
Bagi
calon mempelai pria ini merupakan sarana menengok atau mengintip calon
istrinya, istilah daerah Gorontalo di sebut Molile Huali. Dengan tarian
ini calon mempelai pria mecuri-curi pandang untuk melihat calonnya.
Saronde dimulai dengan ditandai pemukulan rebana diiringi dengan lagu
Tulunani yang disusun syair-syairnya dalam bahasa Arab yang juga
merupakan lantunan doa-doa untuk keselamatan.
Lalu
sang calon mempelai wanita ditemani pendamping menampilkan tarian
tradisional Tidi Daa atau Tidi Loilodiya. Tarian ini menggambarkan
keberanian dan keyakinan menghadapi badai yang akan terjadi kelak bila
berumah tangga. Usai menarikan Tarian Tidi, calon mempelai wanita duduk
kembali ke pelaminan dan calon mempelai pria dan rombongan pemangku adat
beserta keluarga kembali ke rumahnya.
Tari Saronde
TARI
Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara pertunangan. Tarian
ini dilakukan di halaman calon mempelai wanita. Tentu penarinya adalah
calon mempelai laki-laki bersama orang tua atau walinya. Ini adalah cara
orang Gorontalo menjenguk atau mengintip calon pasangan hidupnya.
Dalam
bahasa Gorontalo, tarian ini adalah sarana molihe huali yang berarti
menengok atau mengintip calon istri. Setelah melalui serangkaian prosesi
adat, calon mempelai pria kemudian mulai menari Saronde bersama ayah
atau wali. Mereka menari dengan selendang.
Sementara
calon mempelai wanita berada di dalam kamar dan memperhatikan pujaan
hatinya dari dalam. Menampakkan sedikit dirinya agar calon mempelai pria
tahu bahwa ia mendapat perhatian. Sesekali dalam tariannya ia berusaha
mencuri pandang ke arah calon mempelai wanita.
Tari
Saronde dipengaruhi secara kuat oleh agama Islam. Tarian ini dimulai
dengan pemukulan rebana, alat musik pukul berbentuk bundar. Lirik lagu
adalah syair-syair pujian terhadap Tuhan dan doa memohon keselamatan
dalam bahasa Arab.
Akad Nikah
Keesokan
harinya Pemangku Adat melaksanakan Akad Nikah, sebagai acara puncak
dimana kedua mempelai akan disatukan dalan ikatan pernikahan yang sah
menurut Syariat Islam. Dengan cara setengah berjongkok mempelai pria dan
penghulu mengikrarkan Ijab Kabul dan mas kawin yang telah disepakati
kedua belah pihak keluarga. Acara ini selanjutnya ditutup dengan doa
sebagai tanda syukur atas kelancaran acara penikahan ini.
Pakaian Adat Gorontalo
Gorontalo
memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan,
khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang
lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut
Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas
tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.
Nuansa Warna Bagi Masyarakat Gorontalo
Dalam
adat istiadat gorontalo , setiap warna memiliki makna atau lambang
tertentu, karena itu dalam upacara pernikahan masyarakat gorontalo hanya
menggunakan empat warna utama , yaitu merah ,hijau , kuning emas , dan
ungu. Warna merah dalam masyarakat gorontalo bermakna keberanian dan
tanggung jawab , hijau bermakna Kesuburan, kesehjateraan , kedamaian dan
kerukunan, kuning emas bermakna kemulian, kesetiaan ,kesabaran dan
kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.
Pada
umumnya masyarakat Gorontalo enggan memakai pakai warna coklat karena
coklat melambangkan tanah , karena itu bila mereka ingin memakai pakaian
warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang bermakna
keteguhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa , warna putih bermakna kesucian
dan kedudukan , karena itu masyarakat gorontalo lebih suka mengenakkan
warna putih bila pergi ke tempat perkebungan atau kedukaan atau tempat
ibadah (masjid), biru muda sering digunakan pada saat peringatan 40 hari
duka,sedangkan biru tua digunakan pada peringatan 100 hari duka.
Dalam
adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan dutu, dimana
kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan membawakan
buah-buahan , seperti jeruk , nangka ,nenas , tebu , setiap buah yang
dibawah juga punya makna tersendiri misalnya buah jeruk berkmakna bahwa
pengantin harus merendahkan diri, duri jeruk bermkana bahwa pengantin
harus menjaga diri dan rasanya yang manis bermakna bahwa pengantin harus
menjaga tata krama atau sifat manis yang disukai orang .nenas durinya
juga bermakna bahwa pengantin harus menjaga diri dan begitu juga rasanya
yang manis.nangka dalam bahasa gorontalo langge loo olooto , yang
berbau harum dan berwarna kuning emas yang bermakna pengantin harus
mempunyai sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning
bermakna pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam
pendirian.
Kesenian Daerah
Gorontalo
sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam
kesenian daerah, baik tari, lagu, rumah adat, dan pakaian adat.
2.3.1 Tarian
Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga.
2.3.2 Lagu-lagu daerah Gorontalo
Lagu-lagu
daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah
Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko (nama orang),
Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo
Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung).
2.3.3 Rumah Adat
Seperti
halnya daerah lain di Indonesia, orang Gorontalo memiliki rumah adatnya
sendiri, yang disebut Bandayo Poboide. Rumah adat ini terletak di tepat
di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto.
Selain itu, masyarakat Gorontalo juga memiliki rumah adat yang lain,
yang disebut Dulohupa, yang terletak di di Kelurahan Limba U2, Kecamatan
Kota Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat
bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Dulohupa
merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap
khas daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja
dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat
kegiatan remaja istana bermain sepak raga
Rumah
adat dengan seluas tanah kurang lebih lima ratus ini dilengkapi dengan
taman bunga , serta bangunan tempat penjualan sovenir, dan ada sebuah
bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama Talanggeda.
Pada
masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang
pengadilan kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara melalui
sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur
Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan
Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
Bahasa Daerah
Orang
Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek,
dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang
paling dominan adalah dialek Gorontalo.Penarikan garis keturunan yang
berlaku di masyarakat Gorontalo adalah bilateral, garis ayah dan ibu.
Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya melainkan harus berlaku
taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga terhadap saudara
laki-laki ayah dan ibu.
Menurut
masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya
‘pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung
Tilongkabila. Dia menikah dengan pendatang yang singgah dengan perahu ke
tempat itu. Mereka inilah yang kemudian menurunkan orang Gorontalo.
Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya
menjadi Gorontalo.
Tujuh bulanan atau dalam bahasa Gorontalo Tondhalo
Tondhalo
ini dilaksanakan pada usia kandungan 7 bulan, dilaksanakan pada pagi
hari dan pesta yang meriah dan tentu sangat berbeda dengan upacara tujuh
bulan pada umumnya. Baik si ibu jabang bayi maupun suami sama sama
menggunakan pakaian adat dan menyertakan seorang anak perempuan kecil
yang diusung oleh sang suami berkeliling rumah sebelum masuk kekamar
menjumpai si ibu jabang bayi untuk memutus tali yang melingkar di perut
yang terbuat dari daun kelapa.
Dalam
upacara ini disediakan berbagai jenis makanan yang dihidangkan diatas 7
buah baki, kemudian makanan tersebut dibagi bagikan kepada para
undangan termasuk anak perempuan kecil yang diusung oleh sang suami
calon ayah dari jabang bayi.
A q i q a h
Upacara
aqiqah biasanya dilaksanakan 1 bulan atau 40 hari usia anak yang baru
dilahirkan, namun ada sebagian masyarakat yang melaksanakan aqiqah lebih
awal bahkan ada yang lebih dari 40 hari bergantung kepada kemampuan
orang tua si anak.
Upacara aqiqah untuk suku Gorontalo tentu berbeda dengan yang dilaksanakan pada umumnya.
Pada
jaman dulu para orang tua melaksanakan upacara aqiqah itu pada 7 hari
setelah anak dilahirkan, yang disertai dengan upacara naik ayunan atau
yang disebut buye buye. Pada upacara ini sekaligus dilaksanakan sunat
bagi anak perempuan.
Khitanan dan Beat
Meskipun
kemajuan teknologi telah merambah ke suluruh pelosok Gorontalo, namun
adat istiadat yang telah ada sejak jaman nenek moyang tetap terpelihara
dengan baik, bebagai upacara adat masih tetap dilaksanakan, misalnya
upacara Khitanan bagi anak laki-laki dan Beat bagi anak perempuan. Dalam
upacara ini masih ada sebagaian masyarakat yang menggunakan alat
tradisional untuk mengkhitan anak laki-laki. Namun seiring dengan
kemajuan teknologi dan mengurangi resiko yang dapat berakibat fatal maka
saat ini telah terjadi pergeseran dengan menggunakan alat yang lebih
modern dengan menggunakan tenaga dokter.
Khusus upacara Beat untuk anak perempuan yang telah aqil baligh,adat tersebut masih tetap dilakukan.
Sapaan Atau Toli
Sapaan
atau toli atau nama panggilan bagi seseorang adalah suatu kebudayaan
masyarakat gorontalo. Tata krama ini sudah ada berabad-abad lamanya .
menurut “wulito” atau cerita leluhur kebudayaan ini berkembang menjadi
“pulangga “ atau gelar kepada raja jogugu,marsaoleh,dan para pejabat
kerajaan / negri yang dinobatkan atau dinilai berilomato atau berkarya
dalam negeri bahkan apabila wafatpun raja dan pejabat-pejabat masih di
anugrahi gelar yang disebut gara’I yang juga diberikan sesuai karyanya
semasa hidupnya .
Sapaan
bermakna sebagai suatu penghormatan bagi seseorang ,selain dari pada
itu sapaan atau toli bisa memper erat tali persaudaraan atau tali
kekeluargaan dengan sapaan yang manis seseorang merasa dihargai sehingga
timbul ‘ sense of belonging‘ merasa bagian keluarga atau lingkungannya.
Nabi
Muhammad SAW menyapa istri-istirnya dengan nama pangilan yang manis dan
halus .beliau menyapa aisyahra ‘humairah ‘ artinya si pipi yang merah ,
yaitu sapaan kesayangan buat istri yang cantik.
Pada
zaman dahulu dalam lingkungan kerajaan-kerajaan ,sapaan-sapaan terjaga
dengan sangat baik dalam lingkungan ini hamper tidak terdengar panggilan
nama asli/kecil seseorang . menyapa raja dan pejabat-pejabat Ti Olangia
, Ti Jogugu ,Ti Wulea ,atau sapaan ti Eyanggu . sapaan untuk ratu ,
permaisuri atau istri-istri pejabat Ti Mbui , Ti Boki, Putra-Putri dan
cucu Bantha , Te tapulu ,Te Putiri , Te Uti , Ti Pii dan sebagainya.
sebaliknya keluarga dan para putra-putri pegawai kerajaan dengan nama
jabatan masing-masing sampai pangkat yang paling rendah sekalipun tak
menyebut nama kecil.
Tumbilotohe
Tumbilotohe
yang dalam arti bahasa gorontalo terdiri dari kata “tumbilo” berarti
pasang dan kata “tohe” berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau
malam pasang lampu. Tradisi ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan
suci Ramadhan, telah memberikan inspirasi kemenangan bagi warga
Gorontalo. Pelaksanaan Tumbilotohe menjelang magrib hingga pagi hari
selama 3 malam terakhir sebelum menyambut kemenangan di hari Raya Idul
Fitri.
Di
tengah nuansa kemenangan, langit gelap karena bulan tidak menunjukkan
sinarnya. Warga kemudian meyakini bahwa saat seperti itu merupakan waktu
yang tepat untuk merefleksikan eksistensi diri sebagai manusia. Hal
tersebut merupakan momentum paling indah untuk menyadarkan diri sebagai
fitrah ciptaan Allah SWT.
Menurut
sejarah kegiatan Tumbilotohe sudah berlangsung sejak abad XV sebagai
penerangan diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam
waktu lama. Damar kemudian dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas
kayu. Seiring dengan perkembangan zaman dan berkurangnya damar,
penerangan dilakukan dengan minyak kelapa (padamala) yang kemudian
diganti dengan minyak tanah. Setelah menggunakan damar, minyak kelapa,
kemudian minyak tanah, Tumbilotohe mengalami pergeseran.
Hampir
sebagian warga mengganti penerangan dengan lampu kelap-kelip dalam
berbagai warna. Akan tetapi, sebagian warga masih mempertahankan nilai
tradisional, yaitu memakai lampu botol yang dipajang di depan rumah pada
sebuah kerangka kayu atau bambu.
Saat
malam tiba, “ritual” Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang.
Nyaris tidak ada sudut yang gelap. Keremangan malam yang diterangi
cahaya lampu-lampu bot Kota Gorontalo berubah semarak karena lampu-lampu
botol tidak hanya menerangi halaman rumah, tetapi juga menerangi
halaman kantor, masjid. Tak terkecuali, lahan kosong petak sawah hingga
lapangan sepak bola dipenuhi dengan cahaya lampu botol. Masyarakat
seolah menyatu dalam perasaan religius dan solidaritas yang sama. Di
lahan-lahan kosong nan luas, lampu-lampu botol itu dibentuk gambar
masjid, kitab suci Al ol di depan rumah- rumah penduduk tampak mempesona
Tumbilotohe
menjadi semacam magnet bagi warga pendatang, terutama warga kota
tetangga Manado, Palu, dan Makassar. Banyak warga yang mengunjungi
Gorontalo hanya untuk melihat Tumbilotohe. Sepanjang perjalanan di
daerah Gorontalo maka kita akan menyaksikan Tumbilotohe dari berbagai
ragam bentuk. “Sangat indah apabila kita berjalan pada malam hari”
itulah ungkapan pada kebanyakan orang yang memanjakan ma Alikusu terdiri
dari bambu kuning, dihiasi janur, pohon pisang, tebu & lampu minyak
yang diletakkan di pintu masuk rumah, kantor, mesjid dan pintu gerbang
perbatasan suatu daerah. Pada pintu gerbang terdapat bentuk kubah mesjid
yang menjadi simbol utama alikusu. Warga menghiasi Alikusu dengan
dedaunan yang didominasi janur kuning. Di atas kerangka itu digantung
sejumlah buah pisang sebagai lambang kesejahteraan dan tebu lambang
kemanisan, keramahan, dan kemuliaan hati menyambut Idul Fitri.
Meriam Bambu (dalam bahasa Gorontalo Bunggo)
Bunggo
terbuat dari bambu pilihan yang setiap ruas dalamnya, kecuali ruas
paling ujung, dilubangi. Di dekat ruas paling ujung diberi lubang kecil
yang diisi minyak tanah. Lubang kecil itu sebagai tempat menyulut api
hingga bisa mengeluarkan bunyi letusan, tapi dalam bermain permainan ini
pemain harus berhati-hati karena dapat membuat pemain kebakaran alis
dan bulu mata.
Walima
Walima
dalam bahasa Arab yang artinya perayaan oleh masyarakat Gorontalo
umumnya dikenal sebagai wadah yang berisi berbagai jenis kue basah atau
kering yang diarak ke masjid pada setiap Maulid Nabi, bahkan di beberapa
tempat di Gorontalo walima juga diisi dengan bahan makanan pokok hasil
kebun, ternak dll yang disiapkan apa adanya.
Bagi
masyarakat, Walima adalah hasil karya seni tinggi yang dipersiapkan
berbulan-bulan, memerlukan kesabaran yang tinggi untuk mengerjakannya
serta membutuhkan biaya yang lumayan besar.
Bagian-bagian dalam Walima:
a. Tolangga
Bamboo
Rotan
Kayu
Tolangga terbuat dari kayu yang paten dapat dipergunakan bertahun-tahun, disimpan oleh masyarakat untuk dipakai pada saat perayaan Maulid Nabi.
Rotan
Kayu
Tolangga terbuat dari kayu yang paten dapat dipergunakan bertahun-tahun, disimpan oleh masyarakat untuk dipakai pada saat perayaan Maulid Nabi.
b. Kertas Warna
Bahan kertas warna digunakan untuk menghiasi bambu atau rotan pada Tolangga.
c. Bendera
Bendera besar sesuai keinginan pemilik walima dengan guntingan berbagai bentuk, dipasang dari ujung walima sampai ke bawah.
Bendera kecil warna-warni jumlah tidak tetap tergantung keinginan pemilik walima, diletakkan di setiap sisi pada tengah walima.
Bahan bendera terbuat dari kertas atau kain.
d. Kolombengi
Terbuat dari tepung, gula & telur, kue ini dapat disimpan berbulan-bulan dan tidak mudah rusak, inilah kue khas Walima.
e. Tusuk Kue
Terbuat dari bambu untuk tusukan kue kolombengi panjang sesuai ukuran tolangga.
f.. Plastik
Plastik bening biasa untuk melindungi kue kolombengi setelah ditusuk.
g. Lilingo
Terbuat
dari daun kelapa muda dibuat bulat seperti tempat nasi, fungsinya
adalah wadah tempat nasi kuning, pisang, ayam bakar/goreng, ikan laut –
asap, kue basah, dll.
h. Makanan
Nasi kuning, ikan bakar, ayam bakar & pisang.
Tunuhio
Dalam
bahasa Indonesia tunuhio adalah yang diikutkan atau bersamaan ini
adalah sejumlah uang sesuai kemampuan pemilik walima, jumlahnya biasanya
mengikuti ukuran besar kecilnya walima tetapi juga ini tidak harus
mengikuti ukuran walima, uang ini diserahkan pemilik walima kepada
panitia pada saat walima tiba di masjid, jumlah uang (Tunuhi) pada saat
maulid di Bongo bila ditotal bisa puluhan juta dan dibagikan kepada
pezikir yang datang dari luar daerah untuk mengganti transportasai dll.
Dikili
Dikili
dalam bahasa Gorontalo biasanya dikenal pada saat maulid, dalam bahasa
Indonesia lebih kurang artinya adalah Zikir, dalam peringatan maulid
Nabi para pezikir datang hampir mewakili wilayah Gorontalo jumlahnya
bisa menjadi 500 orang, biasanya masyarakat Gorontalo yang berdomisili
di wilayah itu dan hobi dengan Dikili. Dikili ini dilagukan dalam irama
yang sama oleh banyak orang yang dimulai oleh pemimpin Agama setelah
sholat Isya dan berakhir sebelum sholat zuhur atau lebih kurang 15 jam.
Irama zikir yang khas ini membuat orang terkagum-kagum dan marasakan
akan kejadian maulid Nabi.
Keberadaan budaya Gorontalo dimasa sekarang
Dewasa
ini kita telah menghadapi masa globalisasi yang hubungan manusianya
tiada batas antar satu benua dengan banua lain. Keberadaan budaya
Gorontalo dimasa sekarang ini sudah mengalami banyak perubahan yang
sangat signifikan misalnya saja dalam hal upacara adat perkawinan. Dalam
upacara adat perkawinan adat Gorontalo dimasa sekarang ini banyak
sesi-sesi adat yang dilewati misalnya saja dalam upacara malam sebelum
diadakannya akad pernikahan, banyak anak muda sekarang yang tidak lagi
menggunakan tarian-tarian untuk memikat hati mempelai wanita karena
diakibatkan bebrapa faktor diantaranya sebagai berikut:
· Kurangnya pengetahuan akan adat budaya daerah Gorontalo
· Kurangnya pengetahuan akan tarian adat
· Kurangnya pengetahuan pembelajaran tentang adat budaya gorontalo
· Pergaulan kaum muda mudi yang sudah tergerus oleh jaman atau berprilaku hidup modern.
Faktor-faktor tersebut diatas yang membuat memudarnya kebudayaan Gorontalo.
Oleh
karena itu kita kaum muda harus bisa mempertahankan budaya Gorontalo
agar tetap lestari, karena budaya itulah yang menjadi warisan leluhur
nenek moyang suku Gorontalo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar