Sudah menjadi adat dan tradisi di Gorontalo bahwa anak perempuan yang
menjelang usia 2 tahun akan menjalani prosesi adat Mo Polihu Lo Limu
atau sering juga disebut Molubingo.
Mo polihu Lo Limu berasal dari
bahasa daerah gorontalo, yang artinya mandi air ramuan jeruk purut atau
mandi lemon, sedangkan Molubingo artinya Mencubit. Inti dari prosesi ini
sebenarnya adalah mengkhitan anak perempuan yang ‘dibalut’ oleh adat
tradisi religius dan budaya masyarakat Gorontalo. Mengenai istilah mandi
lemon memang diadopsi dari bagian prosesi ritual, dimana seorang anak
perempuan menjalani prosesi mandi kembang yang bercampur lemon atau
jeruk dengan tumbuhan harum lainnya dipangkuan ibu yang melahirkan.
Menurut tetua adat Gorontalo yang disebut Baate, ritual mandi lemon
adalah sejenis khitanan bagi wanita, sebagai bukti keislaman seorang
wanita sehingga agenda sakral tersebut yang harus dilalui oleh anak
perempuan pada usia balita. Dijelaskan pula bahwa melalui ritual ini
dapat diramalkan tentang masalah jodoh dan karakter dari wanita itu
sendiri saat dewasa melalui petunjuk bahan alam yang digunakan seperti
pelepah pinang muda yang dibelah.
Acara ini dimulai dengan pembacaan doa syalawat, sambil di pakaikan
tanda di dahi (di antara alis) dengan memakai ramuan alami khas
gorontalo yang berwarna orange. Dalam istilah adat gorontalo di sebut
bontho oleh Imam atau Tokoh Adat kepada anak perempuan yang akan di
khitan beserta kedua orang tuanya. Yang menarik di sesi ini ada ramalan
jodoh dan rezeki. Potongan jeruk purut, cengkeh, buah pala dibuang
kedalam loyang yang berisi air, dan posisi masing – masing buah ini
mempunyai makna ramalan.
Selanjutnya masuk proses khitan. Sebelumnya anak perempuan yang akan
di khitan, disucikan terlebih dahulu dengan membasuhkan air wudlu. Acara
khitannya dilakukan didalam kamar. Saat dikhitan, anak perempuan
didudukkan diatas bantal dipangku orang tuanya, ditutup dengan kain
putih Sebenarnya khitannya cuman kayak dicubit saja, yang dikeluarkan
atau dibersihkan hanya berupa selaput tipis. Bukan khitan atau sunat
yang mengeluarkan darah, atau dilukai sehingga luka dan membutuhkan
penyembuhannya berhari – hari. Hanya ada seperti selaput tipis yang
diambil dari klitorisnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan mandi lemon. Untuk mandi ini ritualnya
sangat unik. Anak yang di khitan duduk dikursi semacam singgasana dan
di pangku oleh orang tua perempuan. Tempat duduknya dihias dengan
dekorasi buah-buahan, seperti pisang, nenas yang masih lengkap dengan
daunnya, pohon tebu, janur kuning, bunga puring dan yang utama ada
mayang (dari pohon pinang) yang terurai.
Prosesi mandi lemon ini akan disiram dengan air wangi khas yang
dicampur dengan daun / buah jeruk purut, daun pandan dan ramuan lainnya
yang diisi di dalam bambu kuning. Selama mandi ini ada sesi tepuk mayang
(mayang yang masih terbungkus pelepahnya). Konon katanya, pelepah
mayang ini akan menunjukkan karakter dari si anak. Ketika pelepah mayang
di tepuk berkali – kali bahkan di pukulkan dan tak mau pecah, itu
pertanda sang anak wataknya keras. Kalau anaknya lemah lembut atau
lembek, ditepuk perlahan pun pelepah mayang sudah terbelah. Jika
mayangnya masih muda, harum, putih dan segar, itu pertanda baik bagi
kehidupan, jodoh dan rezeki sang anak.
Terus pucuk mayangnya digosokkan ke sekujur tubuh dan acara mandi
lemon ini diakhiri dengan memecahkan telur ayam kampung dikedua telapak
tangan anak. Telur yang telah dipecahkan ini disalin dari tangan kanan
ke tangan kiri secara bergantian. Tidak boleh lepas dari tangan ketika
di pindah – pindahkan. Kalau kuning telurnya tidak pecah, itu artinya
kelak si anak bisa menjaga kehormatannya. Setelah itu, kuning telurnya
harus ditelan mentah – mentah.
Prosesi berikutnya, setelah mandi lemon anak yang di khitan
didandanin pakai baju adat gorontalo. Selanjutnya akan dibimbing
berjalan atau menginjak 7 (tujuh) piring yang berisi uang coin 500 perak
yang ditaruh diatas setangkai daun puring didampingi orang tuanya. Ini
dilakukan sebanyak 3 kali putaran, selanjutnya menginjak piring yang
berisi tanah dan jenis – jenis rumput. Terakhir menginjak piring yang
berisi jagung dan padi, trus biji jagung dan butir padi yang menempel
ditelapak kaki sang anak akan dihitung. Konon banyaknya jagung / padi
yang menempel di kaki itu menunjukkan rezeki anak kita kelak. Jagung dan
padi yang menempel tadi di jadikan makan ayam dengan cara memberikannya
langsung pada ayam dengan memakai telapak tangan.
Prosesi mo po lihu lo limu selesai, di lanjutkan dengan santap
bersama keluarga dan para undangan. Adat ini hingga kini masih melekat
di masyarakat daerah gorontalo yang sangat menjunjung tinggi falsafah
Adat bersendikan Syara’, dan Syara’ Bersendikan kitabullah.

prosesi mandi kembang yang bercampur lemon (jeruk) dengan tumbuhan harum lainnya dipangkuan ibu yang melahirkan



Tidak ada komentar:
Posting Komentar